Medan | suaraburuhnasional.com – Berawal dari obrolan dengan kerabat keluarga Manalu dengan awak media suaraburuhnasional.com Tarigan Jenggot dengan kerabatnya bernama Romasinta br Saragih, Rabu (6/3/2024) di Medan.
Pada obrolannya kerabat awak media menyampaikan keluhannya, bahwa sejak 4 tahun lalu saudaranya menderita kejang-kejang akibat tidak tuntasnya perobatan akibat menunggak premi BPJS Kesehatan. Saat ini saudaranya itu tinggal di Kabupaten Asahan dalam keadaan batok kepalanya disimpan dalam perut pasca kecelakaan lalu lintas,”ujarnya
Mendengar penuturan kerabat Manalu ini spontanitas awak media ini menghubungi rekanya Biro suaraburuhnasional di Kabupaten Asahan meminta bantuan untuk mengcroscek serta investigasi langsung tentang kebenaran penyampaian keluhan kerabatnya tersebut.
Awak media juga sempat menghubungi pihak BPJS Kesehatan Kisaran melalui aplikasi WhatsApps mempertanyakan apa kendala tidak aktifnya BPJS Kesehatan keluarga Manalu. Disana terlihat data BPJS Kesehatan tidak aktif karena tunggakan premi dengan jumlah 6 orang.
Terkait hal tersebut pihak BPJS Kesehatan Kisaran menjelaskan, bahwa kalau KIS JK yang dari Kementerian pengurusannya di Dinas Sosial setempat untuk didaftarkan dan diusulkan oleh Dinsos sebagai penerima bantuan. Sementara kalau KIS dari daerah pengurusannya di Dinas Kesehatan setempat. Di Dinkes ada ruangan khusus yang disediakan untuk pendaftaran masyarakat, jadi langsung saja datang ke Dinkes,’ujar pihak BPJS Kesehatan Kisaran.
Sementara itu, dari kunjungan awak media suaraburuhnasional.com Biro Asahan mendapati, bahwa sungguh malang nasib yang dialami Pukka Parulian Malau (52) warga Desa Padang Mahondang, Kecamatan Pulau Rakyat, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara, pasalnya pasca kejadian kecelakaan sepeda motor yang dialaminya pada Tahun 2020 yang lalu membuat dirinya hingga kini harus menahankan sakit yang tidak berkesudahan.
Pada saat terjadinya kecelakaan yang tidak jauh dari rumahnya itu, Pukka Parulian Malau dilarikan ke salah satu rumah sakit besar di Kota Medan untuk dilakukan operasi tempurung kepalanya yang pecah bagian depan sebelah kanan, dan dirinya menuturkan bahwa pecahan tempurung kepalanya disimpan di dalam kulit perutnya yang kemudian kata dokter harus dilakukan operasi ulang untuk memindahkan pecahan tempurung kepalanya paling lama 2 tahun,”katanya saat ditemui awak media suaraburuhnasional.com pada Jum’at (8/3/2024).
Berhubung Pukka Parulian Malau tidak memiliki dana untuk operasi, maka hingga sampai saat ini sudah hampir 4 tahun belum juga dilakukan operasi dan efek dari kejadian tersebut Pukka Parulian Malau sering mengalami kejang kejang,
“Adanya obatnya tapi mahal harganya 1,5 juta untuk satu bulan biasa aku makan obat itu aman aman saja tapi sekarang aku sudah tidak mampu untuk membeli obat itu, sudah habis ladangku kujual dan sudah tak punya apa apa lagi kami, anakku banyakm,”ucapnya sedih.
Pukka Parulian Malau sangat berharap dalam hal ini adanya bantuan pemerintah atau dermawan yang bersedia membantu dirinya untuk sembuh dan bisa dioperasi, agar dapat beraktivitas seperti biasa untuk memenuhi kebutuhan keluarga. (Tj/H.Lang)