Catatan Didit Arjuna
01 May diperingati sebagai hari Buruh internasional. Untuk itu, di berbagai tempat dilakukan kegiatan dan aksi, yang menjadi tuntutan para buruh yang di suarakan yakni pencabutan Omnibus Law UU Cipta Kerja dan HOSTUM atau Hapus OutSourcing Tolak Upah Murah.
Kendati demikian, tidak di seluruh tempat di tanah air ikut menggelar aksi pada peringatan hari Buruh, seperti di Kabupaten Nagan Raya Provinsi Aceh sama sekali tidak ada akses yang dilakukan. Padahal, Kabupaten Nagan Raya di dominasi sektor Perkebunan yang tentunya menyerap buruh perkebunan yang tidak sedikit.
Tidak adanya aksi untuk menyuarakan tuntutan dari serikat dan organisasi Buruh di Kabupaten Nagan Raya, hal tersebut seolah seperti kemandulannya organisasi maupun serikat yang ada di Kabupaten Nagan Raya. Padahal, jika dilakukan kontak langsung terhadap para pekerja atau buruh, tidak sedikit dari mereka yang mengeluarkan unek unek miring atau bahkan negatif.
Namun hal tersebut hanya jadi isapan jempol ketika keluhan mereka tidak di jaring dan suarakan. Artinya, Peringatan Hari buruh yang sejatinya diperingati sekali dalam setahun terkesan mubazir lantaran tidak di gunakan untuk menyuarakan dan mengemukakan pendapat.
Nah, jika dikatakan tidak ada persoalan dari kalangan buruh, hal tersebut tentu tidaklah betul dan diluar nalar. Atau mungkin yang terjadi adalah, pimpinan pimpinan organisasi buruh maupun serikat buruh terkesan takut lantaran dirinya bekerja di perusahaan tempatnya bekerja.
Lantaran dirinya bekerja di perusahaan tersebut dan juga menjabat sebagai pengurus serikat buruh muncul kekhawatiran bagi dirinya untuk menggerakkan buruh menggelar aksi yang berdampak merepotkan perusahaan. Selain itu berdampak terhadap posisinya pula.
Sebab, umum terjadi jika pengurus organisasi buruh di tempatkan pada posisi yang nyaman dan mendapat sejumlah kemudahan dari pihak perusahaan. Karena hal tersebutlah rusak menutup kemungkinan pimpinan serikat buruh enggan menggerakkan masa untuk menggelar aksi.
Alhasil, kepentingan suara para buruh dan suara para buruh yang harusnya keluar melalui aksi terbungkam, lantaran ulah pengurus organisasi yang takut terhadap petinggi perusahaan, demi menyelamatkan kepentingan pribadinya. (*)