dLXHLU54O2876Ijyf22opx1wE4BqkuMICmXEo/s320/SAVE_20250715_152536.jpg" width="255" />
Medan Labuhan | suaraburuhnasional.com – Integritas tata kelola lingkungan di Kawasan Industri Medan (KIM) III kembali diuji dengan dugaan ketidakpatuhan fundamental yang melibatkan PT Oasis Anugerah Kasih (OAK). Entitas yang berlokasi di Jalan Saparua No. B-54 ini, yang bergerak di bidang Depot Cleaning, Repair, & Storage tangki ISO, diduga kuat menjalankan aktivitas intinya tanpa mengantongi Dokumen Izin Lingkungan yang sah untuk Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Dugaan pelanggaran serius ini terkuak pada Selasa (11/11/2025).
Aktivitas Inti Berisiko Tinggi
Operasi utama PT OAK, yakni pencucian (cleaning) tangki ISO wadah yang secara konsisten digunakan untuk mendistribusikan material cair B3 secara inheren menghasilkan limbah dengan potensi risiko pencemaran lingkungan yang signifikan. Kekhawatiran publik semakin memuncak di tengah tingginya intensitas curah hujan belakangan ini. Kondisi ini dinilai berpotensi menjadi katalis penyebaran dampak pencemaran limbah cair B3 yang tidak terkelola, mengancam pencemaran ekosistem kritis di dalam maupun di sekitar kawasan industri.
Dugaan pelanggaran regulasi lingkungan yang mendasar ini pertama kali diangkat ke permukaan oleh Perkumpulan Pengelola Sampah dan Limbah Indonesia (PPSLI) Kota Medan – Sumatera Utara, di bawah kepemimpinan Ketua Patar Panjaitan, yang telah melakukan investigasi mendalam.
”Kami telah melayangkan dua kali surat klarifikasi resmi kepada pihak PT OAK terkait kepatuhan regulasi lingkungan mereka. Ironisnya, hingga detik ini, tidak ada satu pun tanggapan resmi atau bukti kepatuhan yang valid yang kami terima,” tegas Patar Panjaitan.
PPSLI menekankan bahwa berdasarkan kerangka perundang-undangan yang berlaku, kegiatan pencucian tangki ISO secara de facto menempatkan PT OAK sebagai Penghasil Limbah B3. Oleh karena itu, ketiadaan izin pengelolaan limbah B3 adalah indikasi serius praktik ketidakpatuhan lingkungan yang tidak dapat ditoleransi. Guna memastikan akurasi data, PPSLI kini tengah berkoordinasi intensif dengan otoritas lingkungan tertinggi, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara.
”Beberapa dokumen yang kami telaah mengindikasikan bahwa data PT OAK sebagai penghasil limbah sama sekali tidak tercatat dalam sistem informasi pelaporan lingkungan resmi negara, seperti FESTRONIK (Sistem Pelaporan Elektronik). Ini adalah lampu merah yang menunjukkan ketidaktransparanan operasional,” tambah Patar.
PPSLI mendesak agar setiap Pelaku Usaha mematuhi secara mutlak Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) beserta seluruh peraturan turunannya. Lebih lanjut, PPSLI berjanji akan menindaklanjuti kasus ini hingga tuntas, termasuk melakukan perhitungan faktorial kerugian negara yang ditimbulkan akibat dugaan praktik pelanggaran lingkungan yang dilakukan oleh PT OAK. Kasus ini diperkirakan akan menjadi preseden penting dalam penegakan hukum lingkungan di Sumatera Utara. (NS)


